Minggu, 13 November 2016

Magnetism

Medan Magnet Bumi Alami Perubahan

Perubahan Medan Magnet Bumi


Siapapun yang melihat jarum kompas selalu menunjuk ke Utara mungkin mengira bahwa medan magnet Bumi adalah konstan. Tapi ternyata tidak. Sepanjang sejarah, kutub magnetik bumi telah mengalami pembalikan arah hingga ratusan kali. Ilmuwan mengamati peristiwa pembalikan tersebut mulai terjadi lagi. Para ilmuwan telah lama mengetahui bahwa perubahan sedang terjadi. Kutub magnetik Utara telah bergerak sejauh 40 km/tahun. 
Selain medan magnetik bergeser, para ilmuwan juga menemukan bahwa medan magnetik global telah melemah 10% sejak abad ke-19. Sebuah studi baru oleh satelit Swarm milik European Space Agency (ESA) mengungkapkan bahwa perubahan dapat terjadi lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya. Dalam peta data di bawah ini, biru menggambarkan di mana medan magnet Bumi lemah dan merah menunjukkan daerah medan magnetik yang menguat:


Data dari Swarm, dikombinasikan dengan pengamatan dari satelit CHAMP dan Ørsted, menunjukkan dengan jelas bahwa medan magnetik telah melemah sekitar 3,5% di lintang tinggi Amerika Utara, sementara itu hanya menguat sekitar 2% di Asia. Area medan magnetik terlemah--disebut South Atlantic Anomaly--telah pindah terus ke arah Barat dan melemah sekitar 2%. Perubahan ini telah terjadi selama periode yang relatif singkat antara 1999 hingga pertengahan 2016.

Kutub magnetik bumi dihasilkan atom-atom besi di inti bumi yang bersama-sama membentuk magnet raksasa. Batang magnet raksasa di tengah bumi inilah yang menyebabkan jarum kompas selalu mengarah ke Kutub Utara dan Selatan. Namun catatan geologi dari tanah di dasar Samudra Atlantik menunjukkan kutub magnetik bisa berbalik arah dengan penyebab yang belum diketahui. Perubahan ini mengakibatkan jarum kompas berputar 180 derajat dari posisi saat ini.
Proses pembalikan arah memakan waktu tak singkat, sekitar 1.000-10.000 tahun. Selama waktu itu pula medan magnet bumi melemah. "Bumi akan memiliki lebih dari dua kutub magnet hingga inti mengumpulkan kekuatannya," ujar Monika Korte, direktur ilmiah dari Niemegk Geomagnetic Observatory, di Jerman.

Pelemahan medan magnet selama proses pembalikan akan mempengaruhi kehidupan di bumi. Maklum saja, medan magnet merupakan tameng pelindung bumi dari serangan partikel kosmik berbahaya yang datang dari luar angkasa. Profesor Geofisika dari University of Rochester, John Tarduno, mengatakan, tanpa medan magnet, bumi akan dengan mudah ditembus badai matahari. Partikel kosmik yang bereaksi dengan atmosfer menciptakan lubang ozon besar yang bertahan selama 1-10 tahun. "Kasus penyakit kanker kulit akan meningkat," ujarnya. Pelemahan medan magnet seperti ini juga dikaitkan oleh ahli geologi dari Institute of Earth Physics of Paris, Jean-Pierre Valet, dengan penyusutan populasi manusia Neanderthal di masa lalu.
Namun Korte punya pendapat berbeda dengan dua peneliti sebelumnya untuk hal ini. Menurut dia, selama proses pembalikan, atmosfer bekerja sebagai tameng cadangan dan menepis partikel berbahaya. Karena itu, tak akan ada dampak berbahaya pada tubuh manusia. Meski demikian, ia mengingatkan, teknologi komunikasi dan jaringan listrik menjadi rentan dirusak partikel kosmik. "Penting bagi manusia menemukan strategi mitigasi," ucapnya.

Pembalikan medan magnetik bumi terakhir kali terjadi sekitar 780 ribu tahun silam ketika manusia berada di Zaman Batu. Dalam 160 tahun terakhir, ilmuwan mengamati tumbuhnya benih pembalikan medan magnetik di sekitar Brasil dan Atlantik selatan. "Pertumbuhan berada pada tingkat yang membahayakan," kata Tarduno.




Sumber :





0 komentar:

Posting Komentar

Animated Dance Dance Revolution DDR Red